Unrequited Love
Oleh: Elsa Nuraliyah
Otun
menatap ke luar jendela kelas. Ini adalah bulan-bulan penghujung tahun, yang
biasanya adalah musim penghujan. Sekarang masih pukul 1 siang, tapi butiran
hujan sudah tidak sabar jatuh membasahi tanah, si teman lamanya.
Lagu
dari Crad David mengalun indah di
telinganya. Gemericik hujan, suasana yang dingin dan senyap, sangat menggodanya
untuk melamun. Melamunkan sesuatu. Sesuatu yang hingga detik ini, masih membuat
hatinya gundah. Merasa tak nyaman. Yang membuat
hatinya merasa.. Ada sesuatu
yang kurang.
Selama
17 tahun hidupnya dara cantik ini tidak pernah merasakan kisah cinta yang
berkesan. Berkali-kali menjalin kasih, dan tidak ada yang bertahan lama. Semuanya
hambar. Tanpa kesan. Biasa saja. Tapi ada seseorang, yang membuat hatinya
gusar, walau kenyataannya, Otun dan ‘dia’ tidak pernah berlayar dengan perahu
yang sama.
------ooo00ooo------
November 2009,
Kala itu
Otun duduk di kelas X. Abel namanya, lelaki teman seangkatannya yang sedang
mendekatinya. Ia sering memperhatikan Otun, dan mengiriminya pesan singkat.
Awalnya
Otun risih dengan semua perhatian yang diberikan Abel, Otun tidak suka padanya.Tapi…
Ah entahlah, saat Otun ada masalah, saat Otun butuh seseorang yang bisa ia
andalkan. Abel ada untuknya. Memberinya nasihat, menemaninya, berbagi keluh
kesah dengannya. Abel sangat perhatian padanya. Tapi Otun masih bingung dengan apa yang sebenarnya Abel rasakan, apa Abel benar-benar
menyukainya? Jika iya, mengapa Abel belum mengutarakannya pada Otun? Pertanyaan
itu selalu terngiang di dalam pikiran Otun.
“Dia
suka sama kamu ih Tun, percaya deh!” Ani meyakinkan Otun. “Ya.. ya.. ya..” Otun
menjawab pernyataan Ani sekenanya. Entahlah, Otun masih belum mengerti dengan
perasaan Abel juga perasaannya sendiri.
Sebulan
penuh, Abel tidak pernah menghubungi Otun lagi. Di saat Otun mulai bingung
dengan perasaannya, saat Otun menyadari bahwa kini ia mulai menyukai Abel,
justru saat itulah Abel menghilang. Seperti ada jarak yang menghalang di antara
mereka. Padahal di sekolah ruang Otun dan Abel hanya terpisah satu kelas.
Semua hal yang terjadi melintas dipikirannya. Emang benar, saat
memikirkan seseorang yang kita cintai, tak kan pernah habis waktu
untuk itu. Hal itu juga membuat kita bisa kembali bersamangat dalam menjalani
hidup. Menikmati hari-hari yang terasa penuh dengan beraneka warna. Cinta…. Sungguh
anugrah yang terindah yang diberikan Sang Pecipta pada makhluk-Nya.
Otun
jatuh cinta. Ya, dia tidak bisa lagi membohongi perasaanya. Otun jatuh cinta
pada Abel. Tapi kemanakah Abel sekarang? Abel ada, tapi ia tidak ada untuk
Otun.
Tibalah
di penghujung bulan, dimana Otun mendengar kabar mengejutkan bahwa Abel, orang
yang sedang Otun harapkan, telah bersama orang lain. Mulanya Otun biasa saja,
tapi ia mulai cemas dengan perasaannya. Lalu bagaimana perasaan Abel terhadap
dirinya? Bukankah Abel sedang mendekatinya? Kenapa? Otun tidak mengerti.
Kantin
sekolah, dan Otun masih menjelajah dalam lamunannya.
“Kenapa
sih?’ Tanya Ani.
“Kenapa
apanya?” Otun balik bertanya.
“Itu
dari tadi kok ngelamun terus sih?” Ani mulai mengintrogasi.
“Gapapa
ih hahaha” Otun mencoba bersikap biasa.
“Kepikiran
tentang Abel ya?” Tanya Ani mulai khawatir.
“Enggak.”
Otun tersenyum kecut.
Otun
berlalu meninggalkan ani. Untuk saat ini dia hanya ingin sendiri.
Otun
menghela nafas panjang. Ini semua salah Abel. Kenapa dia bisa dengan mudah
mengangkat perasaan Otun dan menjatuhkannya dengan tiba-tiba di saat Otun sedang
mulai memiliki perasaan padanya.
Apa
mungkin perasaan ini seperti unrequited
love, atau cinta yang tak berbalas? Unrequited
love adalah hal yang paling bisa bikin kita ngais tanah, bahwa perasaan ini
seperti hanya milik kita. Rasanya seperti diberi tahu bahwa kita mungkin tidak
pantas untuk bersama orang tersebut. Tapi dalam kasus Otun ini lebih seperti
kisah cinta yang antiklimaks untuk Otun dan lebih menyakitkan. Karena ini sudah berakhir, bahkan ketika belum dimulai.
Rasa
cinta seperti itu, kata Charlie brown di komik Peanuts: bisa menghilangkan rasa selai kacang.
Dikisahkan
bahwa Charlie Brown adalah orang yang sangat sangat menyukai selai kacang, tapi
keadaan cinta seperti unrequited love itu
mampu menghilangkan rasa selai kacang di lidahnya.
Begitulah cinta, datang tanpa diduga, namun terkadang pergi begitu
saja. Hanya satu yang bersemayam diotaknya, benarkah itu cinta? Kenapa cinta
begitu mudah pergi dan hilang saat ia tak bisa ada pada satu orang? Saat cinta
lain datang menghampiri.
Mengapa cinta begitu cepat pindah kelain hati? Ada apa dengan
cinta?
Benarkah itu semua hanya cinta sesaat? Atau hanya sebuah pencaharian cinta sebelum cinta menemukan pasangan jiwanya? Entahlah…Semua pertanyaan itu akan mendapatkan jawaban yang berbeda dari setiap orang. Otun menghela nafas panjang. Berat.
Benarkah itu semua hanya cinta sesaat? Atau hanya sebuah pencaharian cinta sebelum cinta menemukan pasangan jiwanya? Entahlah…Semua pertanyaan itu akan mendapatkan jawaban yang berbeda dari setiap orang. Otun menghela nafas panjang. Berat.
------ooo00ooo------
“toooot…
toooot… tooooot…” bel tanda pulang sekolah membuyarkan lamunan Otun. Sudah
pukul 13.45 wib rupanya.
Sekarang
sudah November 2011, Otun sudah kelas XII. Sudah dua tahun berlalu. Otun pun
sudah pernah menjalin kasih dengan orang lain.
Sudah
banyak yang berubah dalam jangka waktu dua tahun ini. Waktu bergerak maju
dengan kecepatan yang tidak bisa di perkirakan sebelumnya.
Tapi
mengapa, hingga saat ini, setelah dua tahun,
Selai kacang di lidah Otun, masih terasa hambar.
------ooo00ooo-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar