a peace

Selasa, 29 November 2011

cerpen - 14 November


14 November

            Setitik embun pagi luruh menetes di dedaunan. Pagi ini terasa lebih sendu dari pagi biasanya. Namun, aku dapat merasakan senyum terus tersungging di bibirku sejak aku membuka mata pagi ini, hanya senyum kecut. Hari ini, 14 November 2011.
Terdengar sayup-sayup hujan dari balik jendela kamarku. Dingin yang sempat kurasakan, menyeok-nyeok bagaikan ribuan belati tajam yang mencabik-cabik lapisan kulit luarku, tetapi perlahan kini menghilang. Bukan karena udara yang menjadi hangat, akan tetapi karena ruang kecil dalam hati ini yang telah mendidih. Hingga panasnya telah merata pada seluruh lapisan kulit serta organ tubuhku. Kurasakan hati bergetar keras, melawan rakusnya kebimbangan yang kini menelan bulat seluruh memori dalam benakku. Antara rasa iba dan benci. Antara sesal dan harapan. Antara caci dan do’a. Antara hasrat dan ketakutan. Antara Tuhan beserta ketiadaan-Nya. Antara sayang dan kemunafikan. Antara dendam dan belas kasih. Antara kekuatan dan kelemahan. Dan semua jenis kata yang mengikhtiarkan ketidakberdayaan.
Mungkin aku harus sedikit membuka kembali halaman buku lama yang telah usang. Di mana di sana telah tertulis perjalanan sosok hidupku, bersama dia, dengan masing-masing peran dan jalan kehidupannya. Dan tersetting dalam sebuah plot keharusan, pertemuan dan perpisahan. Mungkin banyak orang mengatakan bahwa ini takdir, meskipun aku tak begitu mempedulikannya.
Setahun lalu aku mengenalnya. Lelaki berusia 3 bulan lebih tua dariku itulah yang telah mewarnai hari-hariku. Tepatnya di kelas XI IPA 4, yang sering kami juluki Bottle Anggur, aku dipertemukan dengan sosok lelaki cerdas, namun kadang tak waras. Namanya adalah Frasetio. Aku amat menyukai kepribadiannya. Dia memiliki karakter yang begitu kuat. Dia memiliki keyakinan kecil terhadap dirinya sendiri. Dia adalah sosok manusia yang memiliki idealisme tinggi dalam hal kehidupan, keyakinan, dan pemikiran. Dia kadang seperti orang gila, yang hobi melakukan hal-hal yang tak masuk logika. Mental dan kepribadiannya yang abnormal, perhatiannya terhadap hal-hal kecil, dengan diselisihi sikap solidaritas, penuh dengan kasih dan keterbukaan, membuat aku terkesan padanya. Walau kadang aku tak sabar menghadapinya.
Aku, seorang gadis yang kurang dewasa. Masih ingin dimanja dan selalu ingin dimengerti, tanpa pernah memahami hati dan pikirannya. Teringat akan peristiwa 21 hari yang lalu. Hari dimana keceriaanku mulai padam.
Tiiit.. tiiiit… Terdengar nada tanda pesan handphone ku. Aku pun segera membacanya, hmm dari Frasetio.
-Aku depan rumah, km keluar yah-
Segera saja aku bergegas ke depan rumahku sambil membawakan hasil gambar yang telah ditugaskan oleh Pak Anjun, guru kesenian di sekolahku. Ya, Fras memang pintar dalam berbagai bidang pelajaran, kecuali pelajaran menggambar. Maka dia memintaku untuk membuatkan gambar, karena menurutnya aku ahli dalam bidang ini (haha).
“Wah, gambarnya bagus banget! Gak nyesel aku mohon-mohon ke kamu buat gambarin, kapan-kapan kamu bikinin lagi ya!” pujinya. Dalam hatiku ada perasaan bangga, haha.
“Oh ya, katanya kamu mau ngomong sesuatu, ayo dong aku mau dengerin. Ada apa sih Fras?” tanyaku keheranan.
5 detik, dia menatap mataku. Raut wajahnya, menggambarkan sebuah garis hitam kepedihan. Tutur katanya, melukiskan sebuah warna beban yang terlalu berat untuk dia pikul sendirian. Tatapan matanya, memancarkan sebuah sinar semu penderitaan. Hatinya, seakan tengah menjelaskan sebuah kekecewaan yang teramat mendalam. Seperti mau bicara, namun tak ingin. Aku menatap matanya. Aku perhatikan, matanya sembab, terlihat habis menangis semalaman. Kemudian, dia mulai berbicara sesuatu, mengucapkan beberapa patah kalimat. 32 detik.. 1 menit.. 2 menit.. 4 menit.. Jleb. Hatiku seperti tertusuk ribuan jarum. Melihat langit cerah pun bagaikan awan kelabu. Mataku tak mengijinkan airnya keluar. Aku harus menerima keadaan ini. Kami putus.
Ah.. rasanya aku tak sanggup membayangkan hari itu. Perasaanku seperti permen Nano-nano. Manis, asam, asin, rame rasanya. Senangnya, dengan putus mungkin masalah yang membelit hubungan antara aku dengannya akhir-akhir ini bisa kami lupakan. Dan rasa sedihnya, ternyata lebih banyak!
Sejak hari itu, aku mulai menyibukkan diriku dengan melakukan kegiatan bersama teman-temanku. Kami belajar dan bermain, bercanda, tertawa, menghabiskan banyak waktu. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak memikirkannya, karena dengan memikirkannya, otomatis rasa itu muncul.
Dua minggu kemudian, aku mendapat kabar dari teman-temanku bahwa dia membonceng seorang cewek. Dan mereka melihat peristiwa tersebut beberapa kali di waktu yang berbeda. Hah?! Aku terkejut. Tak sadar aku pun menangis. Ya, semenjak putus, aku belum pernah menangis, mungkin ini saatnya untuk meluapkan segenap emosiku. Malamnya aku merenung dan berpikir, aku bukan siapa-siapanya lagi, mengapa aku harus cemburu? Aku tidak boleh egois, aku tidak mempunyai hak untuk melarangnya. Lagian, aku kan tidak tahu bahwa itu temannya atau .. pacar barunya. Tapi, tetap saja hati ini tidak ikhlas. Dan memang benar, aku masih menyukainya. Bagaimanapun, dia pernah ada dalam kehidupanku dengan posisi teramat special. Tak kan mudah melupakan orang yang telah 11 bulan selalu ada untuk kita, menjalani cerita cinta.
Aku menyukaimu, karena kau tidak peduli jika aku bertindak konyol di depanmu. Aku menyukaimu karena kau bertindak bodoh dan konyol di depanku juga. Aku menyukaimu karena kau tidak pernah menyerah untukku. Aku menyukaimu karena kau mendukungku pada saat-saat ketika aku membutuhkannya. Aku menyukaimu karena kau satu-satunya yang bisa membaca emosi palsuku  ketika aku menunjukkannya pada orang lain. Aku menyukaimu karena bahkan setelah semuanya kacau akibat perselisihan kita, kau tidak pernah berubah. Aku menyukaimu karena kau tidak memaksaku untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin aku lakukan. Aku menyukaimu karena kau menunggu untukku. Aku menyukaimu karena meskipun kau marah padaku, kau selalu hadir untukku dan lupa bahwa kau sedang marah. Aku menyukaimu karena kau tidak pernah gagal membuatku tersenyum setiap hari. Aku menyukaimu karena kau tidak peduli dengan apa yang aku kenakan. Aku menyukaimu karena kau cukup dewasa. Aku menyukaimu karena banyak hal dan banyak alasan. Dan aku tahu bahwa aku akan menghabiskan seumur hidupku untuk hanya memberitahumu mengapa aku menyukaimu, karena ada begitu banyak hal tentang kau dan aku, tentang kita yang membuatku menyukaimu. Dan akhirnya, aku menyukaimu, karena kau sahabatku, teman terbaik yang selalu ada untukku. Aku menyukaimu, dan itu membuatku frustasi karena aku bahkan tidak bisa menemukan kata yang tepat atau menemukan cara yang tepat tentang bagaimana aku bisa mengungkapkan betapa aku menyukaimu. Yang paling bisa aku katakan adalah
aku menyukaimu, sangat.
Terima kasih untuk selalu berada di sini, terima kasih telah menyukaiku. Terima kasih untuk hari-hari itu. Ya, aku sedang galau.
Aku terbangun dari lamunanku.  Segera aku sadar bahwa semua itu telah berlalu. Sudah 21 hari aku putus dengannya. Gemericik air hujan masih terdengar. Hmm, harusnya ku buka lembaran baru, jangan memikirkan masa lalu terus. Hari ini, ya, 14 November 2011. Kalau aku masih jadian dengannya, maka hari ini tepat satu tahun umur jadian kami. Sayangnya itu tidak terjadi.
Tiiiit.. tiiitt.. tiiiit.. ponselku berdering, pertanda ada SMS. Wah, dari Frasetio. Hatiku riang gembira haha.
“Gina, ntar sore aku ke rumahmu yaa”
Segera aku balas, “iya Fras sok aja”
Paling dia mau meminjam buku catatan, gumamku. Setelah putus, kami memang menjalin komunikasi yang cukup baik, namun tidak semulus dahulu sewaktu masih jadian. Kami saling menghubungi jika kami memang sedang butuhnya saja.
Kriiiiinggg.. kriiingggg
“Hallo” sapaku.
“Aku di samping rumah kamu nih, kesini ya sekarang!” pinta Fras.
“ooh iya iya oke sip” jawabku. Aku segera menuruni anak tangga untuk menemuinya. Sebenarnya dia ada perlu apa ya? Tanyaku dalam hati.
Seperti biasa kami mulai berbasa-basi dan membuka topik pembicaraan. Setelah ngobrol ngaler-ngidul, dia memberiku sesuatu.
“Gina!! Ini buat kamu, terima yaaaa!” ucapnya sembari menjulurkan tangannya yang sedang memegang sebuah keresek berwarna pink.
“Wah buat aku? Makasiiih hahaha tapi ini apaan?” tanyaku sambil membolak-balikan keresek berisi barang empuk tersebut.
“Buka aja..” jawabnya sambil tersenyum. OMG! Baru kali ini aku melihat senyum manisnya lagi. Cakep. Aku segera membukanya, dan ow ow.. aku menemukan sebuah boneka domba yang sering muncul di sebuah serial animasi berjudul “Shaun The Sheep” yang ditayangkan di MNC TV.
“Ih lucu bangeeeet bonekanya hahaha makasih Frasetio iiiih cakep deh hahaha” rayuku.
Dia hanya tersenyum. Kemudian menatapku, namun tatapannya kali ini terlihat penuh harap. “Hmm.. Gina, kamu mau ga jadi pacarku lagi?”
Tawaku langsung terhenti. Aku hanya bengong dan menatapnya. Seperti tidak percaya atas apa yang telah diucapkannya. Hari ini, tanggal 14 November 2011, aku mendengar pertanyaan yang sama darinya seperti yang telah ku dengar pada tanggal 14 November 2010 silam, setahun yang lalu, di tempat yang berbeda. Ya Tuhan, terima kasih untuk hari ini, untuk sore ini, untuk pertanyaan itu. Dia masih menyukaiku.

cerpen - Unrequited Love


Unrequited Love

Oleh: Elsa Nuraliyah

Otun menatap ke luar jendela kelas. Ini adalah bulan-bulan penghujung tahun, yang biasanya adalah musim penghujan. Sekarang masih pukul 1 siang, tapi butiran hujan sudah tidak sabar jatuh membasahi tanah, si teman lamanya.
Lagu dari Crad David mengalun indah di telinganya. Gemericik hujan, suasana yang dingin dan senyap, sangat menggodanya untuk melamun. Melamunkan sesuatu. Sesuatu yang hingga detik ini, masih membuat hatinya gundah.  Merasa tak nyaman. Yang membuat hatinya merasa.. Ada sesuatu yang kurang.
Selama 17 tahun hidupnya dara cantik ini tidak pernah merasakan kisah cinta yang berkesan. Berkali-kali menjalin kasih, dan tidak ada yang bertahan lama. Semuanya hambar. Tanpa kesan. Biasa saja. Tapi ada seseorang, yang membuat hatinya gusar, walau kenyataannya, Otun dan ‘dia’ tidak pernah berlayar dengan perahu yang sama.
------ooo00ooo------
November 2009,
Kala itu Otun duduk di kelas X. Abel namanya, lelaki teman seangkatannya yang sedang mendekatinya. Ia sering memperhatikan Otun, dan mengiriminya pesan singkat.
Awalnya Otun risih dengan semua perhatian yang diberikan Abel, Otun tidak suka padanya.Tapi… Ah entahlah, saat Otun ada masalah, saat Otun butuh seseorang yang bisa ia andalkan. Abel ada untuknya. Memberinya nasihat, menemaninya, berbagi keluh kesah dengannya. Abel sangat perhatian padanya. Tapi Otun masih bingung dengan  apa yang sebenarnya Abel rasakan, apa Abel benar-benar menyukainya? Jika iya, mengapa Abel belum mengutarakannya pada Otun? Pertanyaan itu selalu terngiang di dalam pikiran Otun.
“Dia suka sama kamu ih Tun, percaya deh!” Ani meyakinkan Otun. “Ya.. ya.. ya..” Otun menjawab pernyataan Ani sekenanya. Entahlah, Otun masih belum mengerti dengan perasaan Abel juga perasaannya sendiri.
Sebulan penuh, Abel tidak pernah menghubungi Otun lagi. Di saat Otun mulai bingung dengan perasaannya, saat Otun menyadari bahwa kini ia mulai menyukai Abel, justru saat itulah Abel menghilang. Seperti ada jarak yang menghalang di antara mereka. Padahal di sekolah ruang Otun dan Abel hanya terpisah satu kelas.
Semua hal yang terjadi melintas dipikirannya. Emang benar, saat memikirkan seseorang yang kita cintai, tak kan pernah habis waktu untuk itu. Hal itu juga membuat kita bisa kembali bersamangat dalam menjalani hidup. Menikmati hari-hari yang terasa penuh dengan beraneka warna. Cinta…. Sungguh anugrah yang terindah yang diberikan Sang Pecipta pada makhluk-Nya.
Otun jatuh cinta. Ya, dia tidak bisa lagi membohongi perasaanya. Otun jatuh cinta pada Abel. Tapi kemanakah Abel sekarang? Abel ada, tapi ia tidak ada untuk Otun.
Tibalah di penghujung bulan, dimana Otun mendengar kabar mengejutkan bahwa Abel, orang yang sedang Otun harapkan, telah bersama orang lain. Mulanya Otun biasa saja, tapi ia mulai cemas dengan perasaannya. Lalu bagaimana perasaan Abel terhadap dirinya? Bukankah Abel sedang mendekatinya? Kenapa? Otun tidak mengerti.
Kantin sekolah, dan Otun masih menjelajah dalam lamunannya.
“Kenapa sih?’ Tanya Ani.
“Kenapa apanya?” Otun balik bertanya.
“Itu dari tadi kok ngelamun terus sih?” Ani mulai mengintrogasi.
“Gapapa ih hahaha” Otun mencoba bersikap biasa.
“Kepikiran tentang Abel ya?” Tanya Ani mulai khawatir.
“Enggak.” Otun tersenyum kecut.
Otun berlalu meninggalkan ani. Untuk saat ini dia hanya ingin sendiri.
Otun menghela nafas panjang. Ini semua salah Abel. Kenapa dia bisa dengan mudah mengangkat perasaan Otun dan menjatuhkannya dengan tiba-tiba di saat Otun sedang mulai memiliki perasaan padanya.
Apa mungkin perasaan ini seperti unrequited love, atau cinta yang tak berbalas? Unrequited love adalah hal yang paling bisa bikin kita ngais tanah, bahwa perasaan ini seperti hanya milik kita. Rasanya seperti diberi tahu bahwa kita mungkin tidak pantas untuk bersama orang tersebut. Tapi dalam kasus Otun ini lebih seperti kisah cinta yang antiklimaks untuk Otun dan lebih menyakitkan. Karena ini sudah berakhir, bahkan ketika belum dimulai.
Rasa cinta seperti itu, kata Charlie brown di komik Peanuts: bisa menghilangkan rasa selai kacang.
Dikisahkan bahwa Charlie Brown adalah orang yang sangat sangat menyukai selai kacang, tapi keadaan cinta seperti unrequited love itu mampu menghilangkan rasa selai kacang di lidahnya.
Begitulah cinta, datang tanpa diduga, namun terkadang pergi begitu saja. Hanya satu yang bersemayam diotaknya, benarkah itu cinta? Kenapa cinta begitu mudah pergi dan hilang saat ia tak bisa ada pada satu orang? Saat cinta lain datang menghampiri.
Mengapa cinta begitu cepat pindah kelain hati? Ada apa dengan cinta?
Benarkah itu semua hanya cinta sesaat? Atau hanya sebuah pencaharian cinta sebelum cinta menemukan pasangan jiwanya? Entahlah…Semua pertanyaan itu akan mendapatkan jawaban yang berbeda dari setiap orang. Otun menghela nafas panjang. Berat.
------ooo00ooo------
“toooot… toooot… tooooot…” bel tanda pulang sekolah membuyarkan lamunan Otun. Sudah pukul 13.45 wib rupanya.
Sekarang sudah November 2011, Otun sudah kelas XII. Sudah dua tahun berlalu. Otun pun sudah pernah menjalin kasih dengan orang lain.
Sudah banyak yang berubah dalam jangka waktu dua tahun ini. Waktu bergerak maju dengan kecepatan yang tidak bisa di perkirakan sebelumnya.
Tapi mengapa, hingga saat ini, setelah dua tahun,
Selai kacang di lidah Otun, masih terasa hambar.
------ooo00ooo-----

Kamis, 17 November 2011

hahaha

hahaha
kau bawa senyummu
ke hidupku


hahaha
yang kau bawa hanya senyum palsu


hahaha
ucap kata seribu makna
tapi tak ada realita


walaupun dekat, tapi
hahaha
seperti tersekat-sekat


kita itu seperti gapleh
walaupun sedah cocok, tapi ujung-ujungnya terpisah
karena hanya ada satu yg menang


kita pula bagaikan orang yg di kejar anjing
lanjut lelah, berhenti tersiksa


memang, hidup ini sebenarnya menyenangkan
asal tahu 'rahasianya'
dan kamu tahu rahasianya?
rahasianya hanya "hahaha"